Jumat, 08 April 2011

CERPEN UNTUK IBUKU 5

1.      Lelaki berbaju warna biru

Mencari modal di kota sendiri seolah menelan ludah kerbau dalam lubangku. Tetangga belakang rumahku mempunyai salon di kota. Semula aku bekerja di salon lily milik tetanggaku. Sebuah mimpi terukir jelas dalam anganku. Mendapat teman sejati yang  aku arungi dalam jiwa dan ragaku. Aku bertemu dalam event mencari potong rambut berbakat. Ajang itu di selanggarakan seluruh kota jawa tengah.

Salon lily menunjuk ani. Ya namaku ani marliah, aku ditunjuk untuk mengikuti acara tesebut. Padahal masih banyak para pekerja salon yang lebih professional. Hanya aku yang di tunjuk pemilik salon lily untuk mengikuti ajang berbakat dalam memotong rambut.

Acara di selenggarakan di kota semarang. Kota ternama di jawa tengah. Kota yang selalu ramai di antara kota-kota jawa tengah. Kota lumpia. Kota yang banyak ciblek-ciblek berkeliaran di jalan. Setia menunggu malam meskipun dingin bergelyut menjadi rindu.

Seluruh ahli dalam menata rambut. Merias, memotong dan ahli segala bidang dalam permasalahan rambut. Semua berkumpul dalam satu kandang. Kandang megah ruah, dengan isi berates-ratus orang di dalamnya.

Cukup menegangkan dalam benakku. Aku baru satahun bekerja di salon lily. Sudah ditunjuk untuk mengikuti kompetisi ini. Dengan membawa nama salon lily. Dengan membawa cinta akan impianku. Dengan membawa harapan kalau menang. Uang yang akan aku terima, mau ku gunakan untuk membangun  usaha sendiri. Usaha salon yang aku impikan. Sudah di angan-angan melayang terus membayangi keindahanku dalam berkarya. Tak ada jemu dalam kamus hidupku sebelum impian yang menyenangkan itu tercapai.

Semakin menegangkan dalam dadaku. Sebentar lagi giliuranku untuk menunjukkan hasil kreasi ku dalam memotong rambut.
Semua teman dari salon lily memberikan dukungan, memberi tepuk tangan yang sangat meriah. Semua terkagum-kagum dengan munculnya aku di atas panggung kontes rambut se-Indonesia. Dengan rambut model kreasi sendiri, aku tata dengan rapi, trendy, sexy dan sensasi. Dengan kecakapanku menggerakkan tangan. Sepuluh menit aku menyelesaikan tugas ku. Tepuk tangan menggelegar ke penjuru gedung. Menuju finising, aku mulai hilang kontrol dalam memegang gunting. Pikiran sudah terbang ke salon baruku, uang sudah menumpuk di mejaku . Saudara-saudara sudah antri di depan salon untuk di pangkas rambutnya. Semua jadi semu. Semua jadi kaku. Semua membisu. Semua merasa kilu. Semua berubah jadi batu. Semua tertipu. Semua menjadi istilah berlalu. Dengan kata aku tertipu.

Tak mendapatkan mimpi. Tak mendapatkan bonus. Tak ada tepuk tangan lagi. Semua dingin. Semua merajut muka kaku. Aku jadi bisu bila menjalani aktivitas di salon lily. Aku merasa malu, harapan tertelan mimpi-mimpiku yang palsu. Menggodaku setiap waktu.

“sudahlah yang lalu biarlah berlalu. Masih banyak hari di depan untuk menuju mimpimu”.
“aku malu. Aku kaku. Aku tiba-tiba membisu”.
“berjalanlah seperti semula kau datang dalam lingkup salon ini. Jangan kau kaku, membisu, dan malu. Kau pasti akan tertipu lagi dengan masalahmu”.
“aku pulang dulu. Hari ini aku mati kutu. Aku ingin istirahat dulu”.

Semua menjadi kaku dengan otakku yang beku. Bibirku menjadi biru menahan malu dengan segala keadaanku. Aku. Aku. Aku bukanlah aku yang dulu.

Ku buka pintu dengan tatapan sayu. Seorang lelaki sudah menunggu. Dengan membawa baju warna biru. Menatapku dengan penuh ragu. Dia menunggu untuk berkenalan denganku. Aku tersipu. Dengan gaya rambutnya yang tidak cupu. Pakaiannya rapi dan baru. Bau aromanya menebar warna syahdu. Aku tersipu malu. Melihat dia dengan warna biru.
“mbak ani?”
“iya betul. Anda siapa ya? Apa kita sudah pernah ketemu?”
“perkenalkan nama saya Ainul Yaqin. Kita belum pernah bertemu, tapi aku pernah melihat mbak di semarang waktu acara mencari bakat memotong rambut”
“ow gitu, aku kira kita sudah kenal. Ada yang bisa aku bantu mas?”
“maksud kedatanganku kemari. Mau minta bantuan mbak untuk mengisi kekosongan hatiku”.
“ah kamu bercanda ya mas?” sebenarnya dalam hatiku sangat bahagia menerima ucapan darinya. Tapi aku kan manusia yang selalu hidup dalam ambang-ambang malu. Tertipu dan kaku. Apalagi aku baru bertemu.
“tidak bercanda mbak. Aku serius mengatakannya mbak”

Semua berlalu tanpa tanggal yang tak menentu. Tanpa hari yang dituju. Akirnya aku jatuh cinta pada pria yang berwarna baju biru. Semenjak itu hari sudah menjadi bersatu. Dia jadi suamiku. Dan aku menjadi istrinya. Aku menjadi terharu, membisu mengingat masa lalu yang mengharu biru.

Kini aku tinggal di negeri tirai bambu. Menjadi babu untuk mencari modal mendirikan salon di kotaku. Suami dan anakku aku tinggalkan mereka di negaraku. Negaraku yang kaya akan alam dan budaya di setiap suku. Aku mulai merindu. Rindu akan hadirnya anakku dengan bapaknya yang selalu memakai baju biru. Di sini aku hanya bisa menatap langit biru. Bergelut dengan baju majikanku.

Sejuta mimpi menjadi satu. Mencari modal yang aku tunggu di ujung waktu. Kini ku titipkan pada orang kepercayanku. Yaitu lelaki yang selalu memakai baju biru di stiap ingatanku.

“mbak, suami mbak ketahuan selingkuh dengan seorang penyanyi”
“apa !!!”.

Hatiku kembali berwarna biru. Lelaki berbaju biru berubah menjadi liur beradu. Mengais sampah dalam rumah tanggaku. Aku sudah patuh dengan bukti memberinya anak dalam kandunganku. Memberi uang sebagai modal untuk tempat memotong rambut gaya orang karapan sapi.

Aku palsu. Lelaki berwarna baju biru lebih palsu dan membusuk menjadi bau. Hatiku merona diinjak kaki dengan alas penuh paku. Dia lempar peluru tepat di mataku. Aku kalang kabut. Menjadi kalut. Seolah hatiku terebut.

Aku paham dengan ulahku. Pergi ke Negari tirai bambu. Untuk mencari modal impianku. Aku percayakan pada lelaki berbaju warna biru dengan syahdu. Kini hanya menjadi keping-keping palsu Dirimu benar-benar otak biru, baju biru, kulit biru, dan matamu lebih biru. Kebiruanmu membuatku tak laku dalam mencari lika-liku, kini aku tetap mencintaimu. Sampai ujung waktu.

Aku terharu ketika cinta bersatu, anak satu menjadi tembok hancurnya dinding cintaku. Aku sebenarnyaa malu akan kelakuanmu. Menjadikan rumah tangga ini menjadi lautan berwarna biru.

Aku kau tipu dengan baju warna birumu. Senyum tanpa rasa ragu. Sapaan yang merdu. Ketemu pertama kali di depan pintu. Aku sambung lagi kisahku dengan lelaki baju biru. Atas landasan membesarkan anakku. Kini aku, kau semai dengan warna birumu. Menjadi anak yang baru dengan jiwa dan roh baru. Anak kedua dari dalam perutku. Yang kau ludahi dengan tinta birumu. Impianku terwujud. Yah ani salon terpajang nama besar. Melekat tiada batas cerita yang tersirat dengan nama itu. Tanpa ragu aku tambahi dengan kata….Ani Salon Biru. Bukan aku yang biru tapi sejarah keluargaku yang dinodai lelaki yang pertama memakai baju biru.

Salatiga, 290311

Tidak ada komentar:

Posting Komentar