Jumat, 08 April 2011

CERPEN UNTUK IBUKU 10


  1. Perbedaan firman dengan salman
Malam tanpa penghuni menjadi teman akrab kedua orang peronda yang sudah bertahun-tahun mengabdikan hidupnya demi menjaga keamanan di kampung mereka. Salman dari rumah selalu membawa bekal berupa kopi bubuk dan gulanya. Sedangkan firman membawa kacang atau makanan ringan yang awet di makan untuk menemani mereka dikala kensunyian menjemput dan perut terasa gatal digaruk-garuk lapar .
Malam mulai merapat menuju peraduan pagi. Suara-suara pun silih berganti seiring malam yang kian sunyi.
”maaf, pasti menunggu lama ya?” pintaku kepada salman di tempat roda.
”maaf-maaf, enak saja kamu bilang begitu. Sampai jamuran menunggumu dari tadi man. Dah sepi, sendiri. Kopinya sudah mulai dingin lagi”. Sambil melihatkan kopinya yang sudah tidak ada asapnya. Dengan ekspresi yang manyun salman melakukannya.
”hehehe..tadi istri minta jatah sebentar, ya aku ladeni gitu”. Sambil tersipu dan menunjukkan lengan tangannya. Agar terlihat perkasa.
”owalah man-man. Kan tadi bisa beri kabar lewat sms to, kalau sedang gituan. Aku kan bisa ikutan”.
”enak saja ikutan. Memang istriku juga istrimu, enak saja kamu bilang gitu man-man”.
”aku kan pengen nyicipi juga to?”
”itu lo pentongan nganggur. Masukkan saja barangmu kelubang itu” sambil kesal firman mengambil pentongan untuk diberikan salman.
”edan. Kamu tega banget suruh bercinta dengan pentongan. Aku ini masih waras”.
”kalau yang namanya waras itu. Umur empat puluh lima itu sudah menikah. Makanya jangan pilah pilih terus. Sampai berkepala empat aja belum pernah nikah, belum pernah merasakan hangatnya pelukan wanita to? He man, ibadah yang paling sempurna setelah shalat itu adalah nikah man. Menjaga burungmu itu agar gak terbang kemana-mana”. Menunjuk burungnya salman. Salman merasa malu kemudian tangannya menutupi celananya yang membungkus burungnya.
”iya man aku juga tahu itu. Tapi aku masih bingung. Sudah tua begini mana ada cewek yang mau denganku”
”ya jelas ga pada mau to man. La kamu aja sudah berkepala empat. Masak maunya sama yang seventeen. Jangan bercanda kamu man”.
”siapa bilang gak bisa man. Buktinya teman-temanku di kota yang sudah berkepala empat bahkan juraganku yang umurnya sudah berkepala lima saja, tiap hari selalu bawa cewek seventeen kerumahnya”.
Firman tertawa berbahak-bahak mendengarkan pengakuan salman.
”ya jelas bisa to man-man. Kamu, tetap tidak bisa kayak mereka”.
”kok bisa kamu bilang begitu. Kan kita sama-sama sudah berkepala empat bahkan juraganku sudah punya cucu sepuluh. Kamu ini ngaco man”.
”saya tidak ngaco man. Ngaca sebentar sana. Tuh ada cermin di tiang. Pahami apa yang membedakan dirimu dengan mereka?”
Sambil membolak balik muka. Melihat rambut yang mulai beruban berantakan, kuping yang melambai-lambai, jidad yang mulai mengkerut, jenggot yang berantakan. Kumis merasuk-rasuk hidung. Baju yang robek di pundak. Pipi mulai peot terkena sedotan asap.
”mana man perbedaannya. Dari tadi saya lihat-lihat tidak ada perbedaannya. Rambut sama, telinga sama. Hidung juga sama. Semua sama deh man. Kamu itu mengada-ada saja man? Malahan saya lebih ganteng plus tampan plus manis dari pada teman-temanku dan juraganku”
Kontan firman melepaskan tawa yang bisa memecah malam buta membasahi kampung yang mereka jaga.
”man man. Kamu itu bercermin kok cuma lihat fisikknya. Itulah yang membutakan dirimu selama ini. Lihat isi hatimu dan isi dompetmu. Kalau hatimu aku salut sekali, tapi dengan isi kantongmu itu maaf aku belum bisa mengungkapkannnya. Kamu kalah besar dengan isi kantong-kantong mereka”
”iya man, betul sekali katamu. Tapi masak cewek seventeen tetap doyan dengan kakek-kakek itu. Kan lebih muda sedikit dari ku yo man?’
”ya jelas mau to man. Kan yang mereka cari bukan kakek-kakek yang sudah kendor-kendor itu. Tapi isi dompet mereka yang tebal-tebal. Sedangkan kamu, setiap hari aku lihat isinya Cuma uang warna hijau, kusam lagi”.
”wah kamu menghina man”
”coba di buka dompetnya”
Salman mengambil dompet dalam saku celana bagian belakang. Dengan mudah dompet itu di tangannya. Tandanya dompet itu tak berisi.
”la, bener kan. Hanya uang warna hijau saja. Dengan uang segini mana ada cewek seventeen mau denganmu. Janda-janda beranak lima saja gak mau kamu dekati apalagi cewek. Ngimpi kamu man?”
Salman hanya diam merenungkan apa yang barusan firman katakan. Langsung mencari tempat di pojok poskampling. Menjauh dari firman. Sedangkan firman mengeluarkan kacang dan ketela goreng buatan istrinya.
Waktunya firman berkeliling kampung.
”man saya keliling dulu. Itu kacang dan ketela gorengnya dimakan mumpung masih hangat. Sudahlah jangan dipikir-pikir serius perkataanku tadi. Jangan pulang dulu ya. Saya tinggal keliling dulu”.
Salman hanya menganggukkan kepalanya. Suara seolah sulit untuk terucap. Perkataan yang disampaikan firman tadi memang benar. Dia terlalu berlebihan ketika mencari pendamping hidupnya. Sehingga ketika sudah menginjak kepala empat, dia belum mempunyai pendamping hidup. Padahal adek-adeknya sudah menikah semua. Salman adalah anak pertama dari pasangan
bapak rohman dengan ibu sally. Ke empat adek-adeknya sudah menikah dan sudah dikaruniai anak-anak. Adek salman yang paling terakir menikah ketika umur lima belas tahun.
Kapitalisme membuat adeknya terjerumus pergaulan bebas di sekolahnya. Sehingga perutnya sudah membesar sebelum menikah bahkan masih duduk di bangku sekolah kelas tiga SMP.
Malam terus menggerus keheningan mengoyak hati salman untuk lebih berfikir jernih akan masa depannya. Kedua orang tuanya sudah sering kali menganjurkan agar salman cepat menikah. Tapi salman selalu bilang bentar dan bentar.
Pernah sekali salman dijodohkan sama adeknya yang bernama sulaiman. Salman dijodohkan dengan gadis desa tetangga. Dia  masih perawan. Pertama-tama tawaran itu salman sangat setuju. Dengan masalah apa dia langsung mengatakan kata setuju. karena adanya kata perawan itu salman menjadi semangat menuju ke langkah jenjang pernikahan.
Setelah salman selidiki sendiri siapa sebenarnya calon yang akan menjadi pendamping hidupnya. Kaget bukan kepalang salman. Tanpa basa basi salman memutuskan perjodohan ini.
”edan kamu man?”
”memang kenapa mas? Kok saya tiba-tiba di katakan edan?”
”kamu itu gak punya otak to?. Masak masmu yang tampan gini di jodohkan dengan perawan tua. Umurnya juga sudah berkepala empat lima lagi”.
”lo mas. Itu kan seukuran dengan umur mas”.
”maaf ya man. Walaupun dia masih perawan. Tapi umurnya sudah berkepala empat. Ya sama saja to man”.
”trus mintanya mas itu calon yang kriterianya bagaimana?”
”kalau bisa masih seventeen to man”.
Sulaiman kaget dengan kriteria yang diberikan kakaknya. Padahal usaha sulaiman tidaklah mudah untuk membujuk lastri, calonnya salman. Begitu juga membujuk kakaknya agar kawin. Rayuan hampir mempan tapi kakaknya memutuskan untuk membatalkan perjodohan ini.
”ya sudah, mas cari saja sendiri calon yang sesuai dengan kriteria mas”.
Setelah kejadian itu seluruh keluarganya salman tidak ada lagi yang memaksa salman untuk menikah. Mereka sudah bosan dan capek dengan kelakuan salman yang sering mengecewakan dan membuat malu keluarganya.
Salaman merasa menyesal atas tindakannya dulu yang sering membuat malu keluarganya. Bahkan salman sangat menyesal sekali, ternyata lastri sekarang jadi langsing dan lebih montok dari sebelumnya. Tubuhnya lebih terawat setelah dipersunting tetangga yang rumahnya di depan rumah salman. Salman terus terhayut dalam lamunannya. Menyesal kata yang patut diberikan kepada salman.
Dari belakang muncul derapan orang berjalan pelan-pelan dengan membawa alat pemukul. Sarung berada dalam ikatan kepala. Berjalan dengan mengendap-endap. Salman masih asik dalam lamunan yang tajam tentang masa depannya.
”nyawa atau harta” Salman kaget setengah mati. Senjata sudah ditodongkan kepunggungnya. Salman hanya menuruti perintahnya. 
”lepaskan sarung dalam balutan tubuhmu. Ikatkan ke kepala sampai matamu tertutupi”
”iya” suara terbata-bata tenggelam dalam lautan malam yang mengerikan.
”sekarang peluk tiang itu dan wajahmu menghadap tiang”.
Langsung menuruti perintah orang yang tak di kenal. Yang menodong senjata dari belakang. Dalam hati salman terus memanggil firman. Namun hanya dalam dinding hatinya yang mendengar. Aduh firman ke mana nih. Keliling tidak kembali-kembali padahal malingnya ada di sini. Hatinya terus berdoa agar nyawanya selamat dari orang-orang jahat.
”mas kasihanilah aku. Jangan kau tusukkan senjatamu. Jangan kau pukul kepalaku. Di saku celanaku ada dompet isinya dua puluh ribu. Mas bisa mengambilnya sendiri. Hanya itu harta yang aku punya”.
” jangan banyak bicara. Diam!”. tanganku langsung menggeledah semua kantong yang ada di pakaian salman.
”betul juga katamu. Buat apa uang segini. Ayo cepat katakan di mana lagi kamu simpan hartamu?”
”Cuma itu saja mas. Tidak ada yang lain”
”handphonenya mana”.
”saya tidak punya handphone mas” Suaraku aku tinggikan agar si salman lebih takut. Celana panjang salman bagian selangkangan basah dan baunya sangat pesing. Kedua kakinya gemetar. Dalam hatiku tertawa merona.
”kenapa kamu kencing di dalam celanamu” salman hanya diam ketakutan.
”kamu takut ya? Coba lihat wajahmu”.
Melihat wajah salman yang penuh air mata, hidungnya tersumbat. Flu dadakan. Salman tidak berani menatap mataku. Wajahku tertutupi sarung ninja-ninjaan. Salman semakin takut. Menundukkan kepala.
”kenapa kamu tundukkan kepala. Sekarang lihat wajahkku. Lihat siapa yang berada di depanmu”.
ow setan alas, gendruwo”. Semua mahluk halus dan binatang dikeluarkan secara spontan. Tanpa aba-aba. Salman mengamuk. Aku lari terbirit-birit sambil tertawa. Salman tetap mengejarku. Dia masih tidak terima dengan perlakuanku tadi. Suara adzan bergema tandanya ustad suherman sudah bangun dari tidurnya. Aku dan salman pulang ke rumah untuk balas dendam.

Salatiga, 260311

Tidak ada komentar:

Posting Komentar